Minggu, 10 November 2013
Browse Manual »
Wiring »
cerpen
»
pendidikan
»
seandainya
»
Cerpen pendidikan Seandainya
Seandainya
Penulis: Nurul Hidayah Rusli
Semakin hari semakin ku khawatir memikirkan luka yang ada di pergelengan tangan ku ini akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu, yah sekitar 3 bulan lah, waktu itu hari raya idul fitri setelah sholat Ied ku sekeluarga menuju ke rumah nenek ku yang ada di perkampungan Bacukiki, tiba di Bacukiki salah seorang teman ku mengajak ku untuk jalan-jalan ke rumah teman ku yang lainnya tanpa pikir panjang ku langsung menerima tawarannya dan segera kembali pulang ke rumah.
Beberapa menit kemudian dia datang menjemputku di rumah dengan memakai motor teman ku, di tengah perjalanan aku merasa motor itu semakin cepat apalagi perjalanan pada waktu itu penurunan pas memasuki jembatan âteeerrrtttssâ motor yang kami kendarai jatuh terperosok mungkin karena banyak pasir sehingga menjadi licin atau memang benar kencang tapi aku sama sekali tak tau.
Aku berdiri dan langsung mengambil HP ku yang tak jauh terlempar dari ku, aku tak tau sama sekali apa yang terjadi, memang aku sadar tapi aku tak percaya ini, aku tak percaya sama sekali aku kecelakaan, ini merupakan pengalaman pertama di hidupku. Ku mencari teman ku yang juga jatuh orang-orang di sekitar situ berlarian menolong kami, aku melihat teman ku yang tertindis motor dan masuk di selokan, kami di ajak untuk istirahat dulu dengan orang tadi yang menolong kami ternyata rumah yang kami tempati istirahat adalah rumah teman Ibu ku, aku juga baru sadar ternyata tangan ku berdarah seperti terlihat bocor, ku tak berani memegangnya karena ku memang takut oleh darah terpaksa ku menyuruh orang yang tadi menolong ku untuk mencuci darah dari tangan ku, ku menangis kesakitan, awalnya ku berencana ingin menyembunyikan luka ini karena ku takut di marahi oleh ayah dan ibu ku tapi setelah ku pikir-pikir lagi lebih baik ke dua orang tua ku tau hingga akhirnya teman dari Ibu ku menelpon ayah ku untuk segera menjemputku dan teenyata mereka sama sekali tidak marah hanya saja mereka terus menasihati ku.
Kini luka ini terlihat seperti sembuh namun jika di tekan terasa sakit dan juga luka ini berbekas timbul seperti ada yang mengumpal di dalamnya, ayah dan ibu selalu mengajak ku untuk periksa tangan ku ini tetapi ku selalu tak mau karena ku sangat takut karena kata ibu jalan satu-satunya yaitu tangan ku ini hari di sesek/iris agar di dalamnya dapat sembuh karena di dalamnya itu semacam nanah. Pikiran ku kemana-mana jangan sampai tangan ku infeksi terus di amputasi atau tidak bisa bergerak lagi, ku semakin takut dengan semua itu pasti sangat sakit jika hal itu benar terjadi.
Sampai akhirnya ku mau tuk memeriksakan tangan ku ini ke dokter, awalnya ayah hanya membawanya ke peraktek karena di sana ingin mengambil rujukan ke rumah sakit, cukup lama menunggu dokternya datang dan akhirnya pun dokter itu datang dan memeriksanya sebentar lalu memberi ayah surat-surat tuk di bawa kerumah sakit besok, ayah sempat bertanya tentang jurusan polinya/penanganannya dan ternyata aku di tangani oleh dokter bedah, perasaan ku semakin sedih, aku sangat takut.
Sampai di rumah ayah langsung menceritakan kepada Ibu dan kakak ku terus saja mengejek ku dengan masalah ini tetapi ku menghadapinya dengan santai, biarkanlah dia menang malam itu.
Akhirnya hari itu tiba, ku semakin takut. Jam telah menunjukka pukul 07:25 aku dan ayah segera berangkat ke rumah sakit kami sengaja berangkat pagi-pagi agar tak terdahului oleh banyak orang, ku berfikir ini terlalu pagi tapi ketika sampai sudah banyak orang yang mengantri, ayah mengambil nomor urut yang telah tersedia dan kami urutan ke 16 sangat lama apalagi pemanggilan urutan baru saja di mulai tapi untung pake banget lah aku bertemu dengan tetangga ku yang ternyata nomor urutannya 8, ketika tiba gilirannya ku di panggil sama dia dan sekalian juga mengurus data ku, wah tidak susah-susah lagi deh menunggu antrian. Setelah itu masih harus di daftar lagi, cukup banyak orang tetapi ayah langsung sigap memberi data ku tadi hingga akhirnya kami cepat selesai dan segera menuju di ruang bedah.
Aku kira rasa menunggu ini sudah sampai di sini, tapi ternyata dokter spesialis bedah belum datang, âTikTokTikTokâ sangat lama menunggu, jam sudah meunjukkan pukul 08;30 tetapi dokter itu belum datang, padahal dokter dari spesialis lainnya sudah datang, bersabar bersama ayah hingga menunggu beberapa jam. Aku sangat lelah sampai-sampai aku dehidrasi di sana, akupun menyuruh ayah untuk keluar membelikan ku air minum dan kini tak terasa menunjukkan pukul 10;30 ayah harus menjemput adik ku, aku pun di tinggal sendiri sedangkan ayah berangkat menjemput adik ku, ayah hanya berpesan jika dokter sudah datang masuk saja kalau namamu sudah di sebutkan.
Aku duduk dan terus memegang botol minuman itu, aku sangat takut walaupun di sekitar ku banyak orang namun mereka semua tak ku kenal, aku terus menunggu ayah, ku tatap lagi jam tangan ku, 5 menit telah berlalu ku menoleh ke samping kiri ku melihat seorang berpakaian putih datang jantung ku langsung berdetak sangat kencang jangan bilang kalau ini dokternya aku sangat takut apalagi ayah belum datang menemani ku, ia terus berjalan dan melewati ruang âPoli Bedahâ akhhh leganya hati ini. 10 menit berlalu dan akhirnya ayah muncul dan segera kembali duduk di sampingku.
Ku menatap wajah ayah yang sangat tampak lelah, ku kasihan melihatnya ku juga kesal dengan semua ini kenapa dokter itu belum juga datang aku juga sudah sangat lelah, ini merupakan olahraga pantat, pantat ku sangat sakit dari tadi pagi hanya duduk. Pukul 12;00 siang, ada ibu-ibu yang sudah sangat kesal dan segera mencari info tentang dokter spesialis bedah tersebut dan ternyata dokter itu sedang mengoprasi sekarang dan akan selesai kira-kira satu tau dua jam lagi, aku sangat ingin pulang dan segera beristirahat tetapi ku tatap wajah ayah masih bersabar menunggu dokter itu hingga perawat yang berada di ruangan periksa memanggil dokter umum saja untuk memeriksa. Tiba nama ku yang di panggil jantung ku sudah mulai berdetak sangat kencang, ku memasuki ruangan dan duduk di depan dokter itu, untung dokternya ramah jadi itu mengurangi beban ku sedikit, ia hanya menuliskan resep obat di kertas dan memberikannya ke ayah dan berkata âobat ini harus di habiskan agar mengurangi rasa sakitnya karena kita akan tetap kerja tangannya, besok lusa kembali lagi kesiniâ
Ku rasanya ingin menangis saat tau tangan ini akan di bedah sesuai kata Ibu waktu lalu ku sangat takut. Aku dan ayah pergi membeli obat di apotek rumah sakit tersebut âastagaâ antriannya pengambilan obat banyak sekali, ayah mendaftar lagi dan untung lagi orang itu menyuruh ayah membeli obat di apotek luar sehingga tidak terlalu lama menunggu, ayah menyuruh ku menunggu di tempat parkir dan segera membeli obat di didepan rumah sakit tapi ternyata bukan di situ yang di maksud pengurus tadi dan ternyata apotek dekat ruang UGD, ayah langsung menuju kesana aku lagi-lagi menunggu ayah, 10 menit menunggu dan aku hanya berdiri berlindung di bawah pohon akhirnya ayah datang, aku sangat lelah dan ingin memarahi ayah karena sangat lama tetapi ku tatap wajah ayah dan ku berfikir sambil berkata dalam hati âaku saja lelah apalagi ayah, yang nyatanya ayah dari tadi yang sibuk mengurus kepentingan ku sendiri, ayah memang sabar. Maafkan aku ayah ! aku memang egoisâ
Ku sangat kasihan melihat ayah, kami pun pulang kerumah. Aku langsung beristirahat begitupun dengan ayah. Kini ku sadar pengorbanan orang tua itu bagaimana. Seandainya hari itu ku tak pergi naik motor sama teman ku pasti tak ada luka di tangan ini, seandainya tak ada luka di tangan ini pasti takkan membuang tenaga ku dan ayah, jadi seandainya tak berawal dari kesalahan ku pasti takkan pernah merepotkan ayah. Memang sejak kejadian itu sampai sekarang tak ada sama sekali penyesalan yang terlintas di benakku hanya saja ku berfikir ini lah hidup seperti roda yang berputar, terkadang kita di atas maupun di bawah.
Penulis: Nurul Hidayah Rusli
artikel terkait :
cerpen persahabatan - arti sahabat
cerpen cinta - another love story
cerpen lucu terbaru
Cerpen pendidikan Seandainya
Cerpen pendidikan - Berikut ini adalah sebuah cerpen pendidikan kiriman pembaca yang berjudul seandainya.
Seandainya
Penulis: Nurul Hidayah Rusli
Semakin hari semakin ku khawatir memikirkan luka yang ada di pergelengan tangan ku ini akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu, yah sekitar 3 bulan lah, waktu itu hari raya idul fitri setelah sholat Ied ku sekeluarga menuju ke rumah nenek ku yang ada di perkampungan Bacukiki, tiba di Bacukiki salah seorang teman ku mengajak ku untuk jalan-jalan ke rumah teman ku yang lainnya tanpa pikir panjang ku langsung menerima tawarannya dan segera kembali pulang ke rumah.
Beberapa menit kemudian dia datang menjemputku di rumah dengan memakai motor teman ku, di tengah perjalanan aku merasa motor itu semakin cepat apalagi perjalanan pada waktu itu penurunan pas memasuki jembatan âteeerrrtttssâ motor yang kami kendarai jatuh terperosok mungkin karena banyak pasir sehingga menjadi licin atau memang benar kencang tapi aku sama sekali tak tau.
Aku berdiri dan langsung mengambil HP ku yang tak jauh terlempar dari ku, aku tak tau sama sekali apa yang terjadi, memang aku sadar tapi aku tak percaya ini, aku tak percaya sama sekali aku kecelakaan, ini merupakan pengalaman pertama di hidupku. Ku mencari teman ku yang juga jatuh orang-orang di sekitar situ berlarian menolong kami, aku melihat teman ku yang tertindis motor dan masuk di selokan, kami di ajak untuk istirahat dulu dengan orang tadi yang menolong kami ternyata rumah yang kami tempati istirahat adalah rumah teman Ibu ku, aku juga baru sadar ternyata tangan ku berdarah seperti terlihat bocor, ku tak berani memegangnya karena ku memang takut oleh darah terpaksa ku menyuruh orang yang tadi menolong ku untuk mencuci darah dari tangan ku, ku menangis kesakitan, awalnya ku berencana ingin menyembunyikan luka ini karena ku takut di marahi oleh ayah dan ibu ku tapi setelah ku pikir-pikir lagi lebih baik ke dua orang tua ku tau hingga akhirnya teman dari Ibu ku menelpon ayah ku untuk segera menjemputku dan teenyata mereka sama sekali tidak marah hanya saja mereka terus menasihati ku.
Kini luka ini terlihat seperti sembuh namun jika di tekan terasa sakit dan juga luka ini berbekas timbul seperti ada yang mengumpal di dalamnya, ayah dan ibu selalu mengajak ku untuk periksa tangan ku ini tetapi ku selalu tak mau karena ku sangat takut karena kata ibu jalan satu-satunya yaitu tangan ku ini hari di sesek/iris agar di dalamnya dapat sembuh karena di dalamnya itu semacam nanah. Pikiran ku kemana-mana jangan sampai tangan ku infeksi terus di amputasi atau tidak bisa bergerak lagi, ku semakin takut dengan semua itu pasti sangat sakit jika hal itu benar terjadi.
Sampai akhirnya ku mau tuk memeriksakan tangan ku ini ke dokter, awalnya ayah hanya membawanya ke peraktek karena di sana ingin mengambil rujukan ke rumah sakit, cukup lama menunggu dokternya datang dan akhirnya pun dokter itu datang dan memeriksanya sebentar lalu memberi ayah surat-surat tuk di bawa kerumah sakit besok, ayah sempat bertanya tentang jurusan polinya/penanganannya dan ternyata aku di tangani oleh dokter bedah, perasaan ku semakin sedih, aku sangat takut.
Sampai di rumah ayah langsung menceritakan kepada Ibu dan kakak ku terus saja mengejek ku dengan masalah ini tetapi ku menghadapinya dengan santai, biarkanlah dia menang malam itu.
Akhirnya hari itu tiba, ku semakin takut. Jam telah menunjukka pukul 07:25 aku dan ayah segera berangkat ke rumah sakit kami sengaja berangkat pagi-pagi agar tak terdahului oleh banyak orang, ku berfikir ini terlalu pagi tapi ketika sampai sudah banyak orang yang mengantri, ayah mengambil nomor urut yang telah tersedia dan kami urutan ke 16 sangat lama apalagi pemanggilan urutan baru saja di mulai tapi untung pake banget lah aku bertemu dengan tetangga ku yang ternyata nomor urutannya 8, ketika tiba gilirannya ku di panggil sama dia dan sekalian juga mengurus data ku, wah tidak susah-susah lagi deh menunggu antrian. Setelah itu masih harus di daftar lagi, cukup banyak orang tetapi ayah langsung sigap memberi data ku tadi hingga akhirnya kami cepat selesai dan segera menuju di ruang bedah.
Aku kira rasa menunggu ini sudah sampai di sini, tapi ternyata dokter spesialis bedah belum datang, âTikTokTikTokâ sangat lama menunggu, jam sudah meunjukkan pukul 08;30 tetapi dokter itu belum datang, padahal dokter dari spesialis lainnya sudah datang, bersabar bersama ayah hingga menunggu beberapa jam. Aku sangat lelah sampai-sampai aku dehidrasi di sana, akupun menyuruh ayah untuk keluar membelikan ku air minum dan kini tak terasa menunjukkan pukul 10;30 ayah harus menjemput adik ku, aku pun di tinggal sendiri sedangkan ayah berangkat menjemput adik ku, ayah hanya berpesan jika dokter sudah datang masuk saja kalau namamu sudah di sebutkan.
Aku duduk dan terus memegang botol minuman itu, aku sangat takut walaupun di sekitar ku banyak orang namun mereka semua tak ku kenal, aku terus menunggu ayah, ku tatap lagi jam tangan ku, 5 menit telah berlalu ku menoleh ke samping kiri ku melihat seorang berpakaian putih datang jantung ku langsung berdetak sangat kencang jangan bilang kalau ini dokternya aku sangat takut apalagi ayah belum datang menemani ku, ia terus berjalan dan melewati ruang âPoli Bedahâ akhhh leganya hati ini. 10 menit berlalu dan akhirnya ayah muncul dan segera kembali duduk di sampingku.
Ku menatap wajah ayah yang sangat tampak lelah, ku kasihan melihatnya ku juga kesal dengan semua ini kenapa dokter itu belum juga datang aku juga sudah sangat lelah, ini merupakan olahraga pantat, pantat ku sangat sakit dari tadi pagi hanya duduk. Pukul 12;00 siang, ada ibu-ibu yang sudah sangat kesal dan segera mencari info tentang dokter spesialis bedah tersebut dan ternyata dokter itu sedang mengoprasi sekarang dan akan selesai kira-kira satu tau dua jam lagi, aku sangat ingin pulang dan segera beristirahat tetapi ku tatap wajah ayah masih bersabar menunggu dokter itu hingga perawat yang berada di ruangan periksa memanggil dokter umum saja untuk memeriksa. Tiba nama ku yang di panggil jantung ku sudah mulai berdetak sangat kencang, ku memasuki ruangan dan duduk di depan dokter itu, untung dokternya ramah jadi itu mengurangi beban ku sedikit, ia hanya menuliskan resep obat di kertas dan memberikannya ke ayah dan berkata âobat ini harus di habiskan agar mengurangi rasa sakitnya karena kita akan tetap kerja tangannya, besok lusa kembali lagi kesiniâ
Ku rasanya ingin menangis saat tau tangan ini akan di bedah sesuai kata Ibu waktu lalu ku sangat takut. Aku dan ayah pergi membeli obat di apotek rumah sakit tersebut âastagaâ antriannya pengambilan obat banyak sekali, ayah mendaftar lagi dan untung lagi orang itu menyuruh ayah membeli obat di apotek luar sehingga tidak terlalu lama menunggu, ayah menyuruh ku menunggu di tempat parkir dan segera membeli obat di didepan rumah sakit tapi ternyata bukan di situ yang di maksud pengurus tadi dan ternyata apotek dekat ruang UGD, ayah langsung menuju kesana aku lagi-lagi menunggu ayah, 10 menit menunggu dan aku hanya berdiri berlindung di bawah pohon akhirnya ayah datang, aku sangat lelah dan ingin memarahi ayah karena sangat lama tetapi ku tatap wajah ayah dan ku berfikir sambil berkata dalam hati âaku saja lelah apalagi ayah, yang nyatanya ayah dari tadi yang sibuk mengurus kepentingan ku sendiri, ayah memang sabar. Maafkan aku ayah ! aku memang egoisâ
Ku sangat kasihan melihat ayah, kami pun pulang kerumah. Aku langsung beristirahat begitupun dengan ayah. Kini ku sadar pengorbanan orang tua itu bagaimana. Seandainya hari itu ku tak pergi naik motor sama teman ku pasti tak ada luka di tangan ini, seandainya tak ada luka di tangan ini pasti takkan membuang tenaga ku dan ayah, jadi seandainya tak berawal dari kesalahan ku pasti takkan pernah merepotkan ayah. Memang sejak kejadian itu sampai sekarang tak ada sama sekali penyesalan yang terlintas di benakku hanya saja ku berfikir ini lah hidup seperti roda yang berputar, terkadang kita di atas maupun di bawah.
Penulis: Nurul Hidayah Rusli
artikel terkait :
cerpen persahabatan - arti sahabat
cerpen cinta - another love story
cerpen lucu terbaru
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar